Menu Baca

Selasa, 08 April 2014

Ekspresi Sebuah Harap


Berkata Umar bin Khathab ra dalam atsarnya : Tidak ada pemberian yang lebih baik kepada seseorang setelah pemberian Iman kecuali wanita yang shalehah.
 
Ungkapan ini memotivasi bagi para lelaki baik yang beriman maupun yang pura-pura beriman. Pasalnya tidak dapat dipungkiri lagi kehadiran perempuan memberikan ketentraman bagi para lelaki, terlebih mereka yang berahlak mulia lagi shalihah.

Bisa dilihat bagaimana cara perempuan memberikan pelayanan kepada orang-orang yang dicintainya, bagaimana cara mereka berpartner mengasuh anak-anak sejak dalam kandungan, mendidik dan membesarkannya. Sampai masa tua keridloan seorang perempuan selalu menjadi harapan bagi para anak lelaki. Hal ini tentu tidak lepas dari fitrah perempuan, fitrah pula bagi lelaki atas ketertarikannya. Demikianlah Allah ciptakan makhluqnya dengan berpasang-pasangan guna keseimbangan alam.

Maka tidak heran jika Nabi Adam kesepian saat di surga. Tempat yang penuh kenikmatan namun masih resah tanpa kehadiran seorang teman. Akhirnya Allah ciptakan seorang Hawa untuk ketentraman Adam di alam yang penuh kenikmatan itu.

Pernah menjadi bahan candaan saat mempelajari pilsafat dulu, dalam sebuah ayat alqur’an diterangkan bahwa hal yang paling nikmat dalam surga adalah ketika melihat wujud Allah –

"Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, karena mereka melihat kepada Rabb mereka." (Al-Qiyamah: 22-23) 

Terlepas wujud yang terindra atau wujud kebenarannya. Jika itu terjadi maka tetap ada yang kurang jika tidak terdapat perempuan, sebagaimana yang dialami Adam dahulu. Hehehe,.  Aku pun tetap memohon ampunan kepada Allah jika candaan tersebut mengandung dosa.

Begitupun aku, tentu tidak berbeda dengan lelaki beriman lainnya. Perempuan shalihah selalu menjadi dambaan lelaki, terlepas apa yang menjadi orientasinya. Masing-masing lelaki mempunyai alasan tersendiri. Termasuk misionaris, mereka juga mendabakan perempuan shalihah untuk dikelabuhi. Awalnya berpura-puran menjadi mu’alaf kemudian minta dibimbingnya. Setelah itu pura-pura mengagumi, sampai kemudian perempuan itu terperangkap. Akhirnya menikah.

Dalam ajaran islam perempuan dituntut penuh berbakti kepada suaminya. Ketaatan seorang anak perempuan kepada orang tuanya berpindah ke suami. Bahkan rasul pernah menyatakan dalam haditsnya yang diriwayatkan imam Ahmad

Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain (sesama makhluk) niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.…(HR. Ahmad)

Artinya dalam hal ini saya hendak mengatakan bahwa setiap perempuan itu dambaan para lelaki terlebih mereka yang berahlak mulia lagi shalihah.

Seperti video diatas, terlihat aku tengah melukis seorang perempuan berpose, berjilbab, di tangan kirinya memegang sekuntum bunga mawar, di jari manisnya mengenakan cincin. Secara indrawi, lelaki mana yang tidak terpesona? Hanya yang tidak normal yang tidak terpesona mungkin. Ini merupakan sebuah ekspresiku dalam mendambakan wanita shalihah yang menjadi pendamping hidupku.

Sebetulnya aku tidak banyak kata dalam mendambakanya, aku terlalu pemalu untuk berkata-kata tentang perempuan, sekalipun saat sendiri. Sekalipun hanya Tuhan yang tahu. Karena semuanya sudah ditetapkan dalam lauhilmahfudz, aku mau berjodoh dengan siapa. Aku hanya sibuk memeperbaiki diri, menjalani apa yang menjadi tugasku sebagai pemuda saat ini. Agar di kemudian hari, siapapun yang menjadi jodohku, aku sudah mempersiapkan diri menerimanya dengan baik.

Walau demikian aku tetap mendambakan keriteria pilihanku sendiri, tentunya yang ideal menurut syariat islam, yaitu Taqwa pada Allah. Dalam taqwa tersebut melahirkan sifat-sifat diantaranya :

Shalihah lagi menarik

-      Menyenangkan hatiku serta keluargaku

-      Sehat lahir bathin

-      Subur

-      Masih single lagi suci

-      Cerdas

-      Memiliki hapalan Al-Qur’an (minimal satu Juz)

-      Sama-sama berjuang di jalan Allah

-      Yang mencintaiku karena Allah

Untuk berjuang bersama di jalan Allah dan melahirkan generasi islam yang militan dengan didikannya sesuai ajaran islam. Bersama-sama menjadi guru bagi anak-anak. Kelebihannya biar menjadi bekal dalam berjuang di jalan Allah, kekurangannya menjadi ladang amal ibadah bagiku, untuk aku sempurnakan.




Sabtu, 22 Maret 2014

Ide, Aset Utama Dalam Berkarya


Ide merupakan aset paling berharga dalam berkreasi. Demikian merupakan ungkapan salah seorang gadis belia yang baru saja lulus dari kuliahnya, pada November 2013 yang lalu. Saat ditemui di rumahnya (13/02). Usai kuliahnya gadis yang punya nama Nur Aini Latifah, warga Cikampek, itu menggeluti dunia wirausaha dengan sedikit ketrampilan yang dimiliki.

Usahanya tersebut berupa menjual karya kreativitas, semacam bross yang terbuat dari fanel kemudian dibentuk boneka emotion. Bross rajut, dengan warna-warni dan bentuk yang unik, hingga cocok dikenakan bagi wanita yang berjilbab. Selain berguna untuk mengaitkan kerudungnya, berguna pula untuk hiasan.

Dikatakan Aini, panggilan akrab pengusaha kreasi itu, usahanya itu bermula sejak tahun 2011 yang lalu dan berfatner dengan kakak perempuannya yang bernama Ade Lilah. Penjualannya biasa dilakukan dengan menggelar bazar di beberapa tempat di cikampek, terkadang juga melalui via online, juga ke rekan-rekan sekampusnya dulu.

“Untuk penjualannya biasanya masih di daerah terdekat aja, tapi terkadang ada juga yang pesen dari luar kota, bahkan ada juga yang dari luar jawa yaitu lampung. Karena saya memasarkannya lewat online juga. Kalau deal, ya saya transfer,” ujar Aini kepada Kabar Gapura.

Sedang omzet yang diterima dalam satu bulan, berkisar 800 ribu rupiah sampai satu juta lebih. Menurutnya pemesan biasanya ramai saat musim resepsi pernikahan, karena hasil produksinya biasa digunakan untuk souvenir.

“Omzet yang diterima gak tetap, berkisar 800 ribu sampai satu juta dalam satu bulan. Biasanya pemebeli dari kalangan perempuan yang berjilbab, untuk hiasan jilbabnya. Tapi yang paling ramai lagi saat musim nikah, hasil karya aku suka jadi souvenirnya,” ungkap Aini lagi.

Walaupun beberapa bulan ke belakang usahanya tersebut pernah mengalami penurunan, lantaran ada beberapa hal yang menjadi prioritas, yaitu mengerjakan TA (Tugas Akhir) di kampusnya, kini Aini sudah memproduksi kembali dan memasarkannya ke beberapa toko relasinya. Seusai kuliah, Aini, memutuskan untuk berkreasi sendiri dengan semampu mungkin. Selain mendistribusikan ke sejumlah toko-toko relasinya, Aini juga memasarkan lewat online, Alhasil pemesan demi pemesan kembali banjir di orderannya.
 
Dalam kesempatan ini, Aini menyampaikan kepada publik bahwa karya apapun semua bahannya sederhana dan mudah didapat. Namun hal yang termahal dalam berkreasi adalah ide.

Asep Riyadi


Membuka Hati Pemerintah Dengan Pameran Seni


Rabu, 19 Maret 2014

Tuhan Berbicara Lewat Alam



Aku adalah fotografer sekaligus jurnalis di sebuah media. Profesiku yang tidak mengikat waktu ini membuatku leluasa mengambil pelajaran dari segala pristiwa alam. Aku dapat melihat kesudahan orang berbuat baik, aku dapat melihat kesudahan orang berbuat jahat, bahkan prediksi kejadian yang akan datang pun dapat terbaca.

Jika aku amati dengan seksama, seolah-olah alam ini berbicara, mereka suka mengajak  berkomunikasi dengan manusia. Ketika tidak senang dengan manusia, mereka menampakkannya dengan bencana. Ketika sedang ramah dengan manusia, mereka menampakkannya dengan hasil budi daya manusia yang melimpah. Dan itu semua merupakan timbal balik dari perbuatan manusia terhadap alam itu sendiri.

Hal ini bisa kita lihat dari berbagai peristiwa alam, dan sebab akibatnya, baik yang masuk akal maupun yang tidak masuk akal. Apa yang menyebabkan bencana banjir menimpa di berbagai titik rawan banjir? Apa yang menyebabkan gempa tsunami di suatu Negara? Apa yang menyebabkan keluarnya lumpur dari dalam bumi terus berhamburan? Itu semua ada sesuatu yang menjadi sebabnya. Bukan semata-semata terjadi begitu saja.

Sebagaimana yang saat ini aku saksikan. Salah seorang tertangkap basah oleh kameraku. Dia adalah salah seorang pesuruh perusahaan pabrik, sedang membuang limbah cair di sungai irigasi yang banyak digunakan masyarakat sekitar, baik untuk MCK maupun untuk pengairan tanaman dan ternak.

Namun sepertinya Tuhan hendak mengajariku sesuatu. Profesi yang dilindungi undang-undang negara ini tidak menjamin keselamatanku. Niat hendak mengabdi pada masyarakat dengan media massa, di tengah aksiku, aku mendapat ujian. Pasalnya saat aku memotret suatu adegan kecurangan dari salah satu oknum perusahaan pabrik yang membuang limbah ke sungai tersebut, aku dianggap mengusik hak mereka. Secara hak asasi, betul itu hak mereka membuang limbah kemana saja. Tetapi secara aturan undang-undang mereka telah melanggara kewajiban. Yang seharusnya limbah tersebut dinetralisir terlebih dulu guna tidak mengakibatkan hal buruk pada sungai itu, baru kemudian dibuang.

Dari belakang aku dicekal sejumlah orang tak dikenal. Pikirku mereka adalah orang-orang yang diperbantukan oleh perusahaan untuk mengawasi aksi pembuangan limbah tersebut. Nafsu syaitoniah mendominasi pikiran mereka, sehingga aku menjadi sasaran penganiayaan. Dipukulinya aku sampai terjatuh, terkulai lemah. Hantaman-demi hantaman mendarat ke sekujur tubuhku. Aku tak berdaya. Lebih nahasnya lagi, kamera yang aku gunakan memotret mereka, dihancurkan.

Dalam kondisi lemah tak berdaya, aku ditinggal. Beruntung tidak menghilangkan nyawaku. Hanya saja kameraku hancur. Aku coba nyalakan, memastikan kamera ini masih berguna atau tidak. Ah ternyata rusak parah. Kemudian aku cabut kartu memorinya.

Sepanjang tanggul sungai irigasi itu, aku terhuyung-huyung menahan rasa sakit akibat luka memar di sekujur tubuh. Sambil menenteng kamera hancur, aku berupaya membersihkan luka-luka tersebut dengan air irigasi. Di sekitar itu terdapat jamban yang biasa digunakan masyarakat sekitar untuk keperluan mandi dan mencuci. Di sana ada ibu-ibu yang baru selesai mencuci pakaiannya. Tiba-tiba ibu-ibu tersebut mengeluh, karena air yang baru saja digunakan menimbulkan gatal-gatal di kulitnya. Tanpa menegur ibu-ibu tersebut kemudian pergi sambil menggaruk-garuk kaki dan tangannya. Akhirnya aku pun mengurungkan niat membersihkan luka-luka ini, khawatir akan menimbulkan gatal-gatal pula. Kemudian aku melanjutkan perjalanan.

Di tengah perjalanan berikutnya aku mendapati seorang bapak-bapak sedang meratap, lantaran bebek-bebek piaraannya mati karena habis berrenang di sungai irigasi itu. Besar kemungkinan airnya mengandung racun sehingga terminum oleh bebek-bebek tersebut. Aku mencoba menegurnya.

“Pak, ada apa dengan bebek-bebeknya?” tanyaku, memastikan apa penyebab kematian bebek-bebek tersebut.

“Entah lah, habis berenang di sungai tiba-tiba lemas terus mati. Sebagian besar pada hanyut,” ujar bapak-bapak tadi.

Dugaan kuat dalam benakku, bahwa air irigasi ini mengandung racun berbahaya. Jika betul demikian, berarti pembuangan limbah dari pabrik tadi tidak hanya se-kali. Kulihat di permukaan air sungai ternyata banyak sekali ikan-ikan mati mengambang. Jumlahnya mungkin ratusan sampai ribuan. Tidak habis pikir, sedahsyat itu racunnya. Bagaimana jika terminum oleh manusia? Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan. Kejadian ini belum terlalu berasa akibatnya. Tapi lambat laun bencana yang lebih besar akan terjadi akibat dari kondisi alam seperti ini.

Beruntung pristiwa penganiayaan yang menimpaku tadi tidak sampai menghilangkan file yang terdapat dalam kartu memory kameraku. Sehingga masih bisa aku blow-up aksi-aksi mereka. Walau kameranya hancur, yang penting pesan ini harus sampai ke publik. Sehingga saat surat kabar yang akan terbit hari esok, foto berikut beritanya, aksi dan adegan para oknum perusahaan itu terpublikasi. Atas kejadian ini, aku punya bahan berita yang sangat banyak. Nanti bisa aku konfirmasikan ke instansi terkait. Kemudian ke perusahaannya langsung. Harapan besar bagiku, berita tersebut terbaca oleh semua kalangan. Baik dari pemerintah eksekutif, legislatif, yudikatif, dan masyarakat, sehingga menjadi bahan evaluasi sampai menindak oknum perusahaan nakal itu.

Di sinilah aku merasakan ada komunikasi antara aku dengan alam. Sejatinya itu adalah metode Tuhan mengabarkan suatu peristiwa kepada hambanya yang dikehendaki. Semoga dengan profesi ini, terdapat nilai ibadah di sisi Tuhan.

Sekian
  

Firman Allah Q.S. Ar-Rum ayat 41-42

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (41)

Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (42)

Asep Riyadi

Senin, 03 Februari 2014

Ucapan Terakhir



Didapati sebuah keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan seorang anak, tertatih-tatih dalam mengarungi jalan hidupnya. Dalam hidupnya mereka tidak seberuntung masyarakat di sekitarnya. Suaminya kena PHK dari sebuah PT. cukup bonapit di negaranya. Istrinya hanya seorang ibu rumah tangga. Sedang anaknya masih duduk di bangku kelas V SD. 

Untuk melangsungkan kehidupannya sehari-hari, suaminya hanya mengandalkan serabutan. Sedang istri dan anaknya hanya bergantung pada lelaki yang bekerja serabutan tersebut. Juga tidak sedikit hutang di beberapa tempat belanja kebutuhannya. Diketahui lelaki bernasib malang itu bernama Malik. Dalam hal seperti demikian, mereka merasa letih dan sengsara. Dalam kesehariannya lapar menjadi keluhan utama bagi keluarga tersebut. 

Sering kali kepala dari keluarga tersebut mencari nafkah dengan berbagai pekerjaan. Hanya pekerjaannya tidak menuai penghasilan yang cukup untuk kesehariannya. Satu waktu di tengah terik matahari Malik berjalan di jalan yang penuh debu, dengan perut lapar dia mengusap keringat yang mengaliri kulit kusamnya. Beberapa toko ia lalui untuk mencari pekerjaan, namun tidak kunjung dapat. Terlihat di antara beberapa toko, seorang pedagang sedang memarahi pelayannya yang kerjanya dianggap tidak becus.


“Kerja, kerja yang bener. Gaji pada pengen gede kerja gak pada becus. Hey kamu sini, angkat tuh barang,” pedagang mengatur anak buahnya.


Tidak disengaja pengelihatannya mengarah ke Malik, sedang Malik sendiri sedari tadi berdiri di sekitar toko-toko, menyaksikan aktivitas kerja di pasar. “Apa liat-liat?”

Melihat kondisi aktivitas kerja di pasar demikian, Malik mengurungkan niatnya melamar kerja sebagai pelayan di pasar. Akhirnya dia memutuskan untuk mengunjungi rerkan sejawatnya, kali ada bantuan darinya. Rekan tersebut merupakan tempat berbagi keluhannya, Arya namanya. Dia juga tidak jauh beda kesengsaraanya. Rekan tersebut hanya bekerja sebagai tukang ojek. Namun rekan yang satu ini tidak terlalu memikirkan nasib yang dialaminya. Dia lebih banyak bersyukur berapapun hasil dari ojeknya. Yang penting, menurutnya, sehat. Dengan sehat maka uang bisa dicari.

“Sebetulnya kebutuhan hidup itu sederhana yang penting anak istriku bisa makan, sehat, dan rajin ibadah.” Ujarnya saat berbincang-bincang dengan sahabat bernasib malangnya itu.

“Kebutuhan itu sederhana, tapi nasib aku jauh lebih sederhana dari kebutuhan itu. Gymana bisa beribadah, buat berdiri saja lemas. Kamu enak masih punya motor yang bisa dipake buat cari uang.” Jawabnya.

“Alhamdulillah Aku memanfaatkan yang ada. Warisan dari orang tuaku dulu.” Kata Arya.
“Aku, apa yang bisa aku manfaatkan?” Keluh Malik.

“Kalau kamu mau, silahkan kamu bisa pake motor aku buat cari uang. Tanpa setoran. Aku biasa mangkal kalau siang, silahkan malamnya kamu pake,” tawar sahabatnya demi meringankan beban.

“Gak ya, itu terlalu merepotkanmu. Aku mau cari pekerjaan yang lain aja dulu,” tolak Malik bernada kasihan pada sahabatnya itu.

“Atau kalu bisa kamu temui Ustadz Wawan, kali aja ada pekerjaan buat kamu,” solusi Arya.

“Kerjaan apa,. Paling beliau nyuruh bersyukur, ibadah yang rajin, mana ada dia ngasih kerjaan,.“ ujar Malik.

“Tapi buktinya beliau hanya bersyukur hidupnya tenang-tenang aja. Ibadah rajin, da’wah di mana-mana jalan.” Sela Arya.

“Dia sih enak, mertuanya kaya, sawahnya banyak di mana-mana.”
“Justru itu, kamu minta buat ngurus sawahnya. Atau apa ke, Kali aja ada.” Desak Arya menyemangati teman malangnya itu.

***

Malik pun menemui ustadz Wawan untuk membicarakan hal tujuannya. Yaitu meminta pekerjaan pada beliau, walau hanya mengurus sawahnya. Namun sialnya pengaruh hedonisme telah merambat ke segenap kalangan, termasuk pada yang berjuluk ustadz. Salah satunya ustadz Wawan ini. Phenomena yang terjadi di sebagian masyarakat, untuk menjadi seorang ustadz itu dididik di sebuah pesantren sampai puluhan tahun, minimal belasan tahun. Dan biasanya mereka dari keluarga yang berada, karena untuk biaya pendidikannya selama di pesantren. 

Usai dari pesantren mereka menikahi gadis dari keluarga yang berada pula, guna mempertahankan kehormatan keluarganya. Walau dengan alas an demi kepentingan dakwah. Sialnya lagi sebagaian mereka yang lahir dari pesantren tidak luput dari pengaruh skularisme, sehingga mengabaikan kehidupan bermasayarakat dengan ajaran agama. Ilmu yang diajarkan ke anak didik hanya sabatas membaca tulisan arab dan tata cara ibadah maghdloh.

Pelajaran yang diambil dari pesantren hanya sebatas amaliyah peribadatan yang vertical, ibadah maghdloh, nafsi-nafsi antara hamba dengan Tuhannya saja. Tidak mengaplikasikan ajaran agama secara total, meringankan beban tetangga, merangkul masyarakat yang akidahnya rentan karena kondisi ekonominya minim. Memberi solusi atas degradasi moral masyarakat karena pengaruh globalisasi.   Hal ini pun terjadi pada ustadz Wawan yang satu ini. Sehingga saat dimintai bantuannya oleh Malik, beliau tidak dapat memenuhinya. Pasalnya harus berbelit-belit dalam perbincangannya.

“Apa yang tidak kamu punya? Kamu hanya tinggal bersyukur.” Ujarnya saat ditemui Malik di pesawahan milik ustadz Wawan. “Tangan kamu masih utuh, kaki kamu, seluruh anggota badan kamu masih utuh. Coba lihat mereka yang tidak punya salah satu anggota badan, tapi mereka masih bisa bersyukur, memanfaatkan sisa anggota tubuhnya yang masih utuh.”

“Justru itu pak Ustadz, saya ingin memanfaatkan anggota tubuh saya ini untuk mencari nafkah buat anak istri saya.” Ujar Malik.

“Lalu apa yang bisa aku bantu? Segalanya milik Allah. Mestinya kamu meminta segala sesuatu itu hanya pada Allah, karena Dia yang Maha Kuasa.”

“Paling tidak bapak punya sawah banyak, satu saja bapak amanahkan ke saya buat saya kerjakan.”

“Itu bukan sawah saya, itu sawah mertua saya. Udah nanti sore saya ada jadwal pengajian di mesjid, kamu harus ikut biar dapat penerangan iman.” Pungkas Ustadz Wawan secara ketus.

***

Akhirnya Malik bergegas pulang tanpa membawa apa-apa, hanya sebatas jasad dan pakaian yang melekat di tubuhnya. Kebingungan Malik semakin menjadi-jadi. Harapan Malik tidak senyata dengan impiannya. Demikian ketika susah sedang menghampiri, tak kenal kepada siapa dia bersinggah. Di emperan toko orang Malik menyandarkan tubuhnya.
Terlebih jika salah satu di antara mereka sedang sakit, kesengsaraan mereka jadi makin bertambah. Sebagaimana yang terjadi saat anaknya sakit, berbaring lemas di tempat tidurnya. Istrinya panic, menyentuh kepala dan badan anaknya, panas. Sesampai di rumah mendapati anaknya sedang berbaring sakit di tempat tidur bersama istrinya yang sedang membuat kompres guna meredakan panas demam yang menyerangnya.

 “Anak kita sakit pak, dari pagi belum makan.” Kata istrinya.

Sedang suaminya menyandar di dinding rumah sambil mengelus rambutnya yang kusut.

“Tunggu bu, aku mau cari pinjam uang dulu buat beli makan sama obat.” Malik kembali pergi, mencari harapannya yang baru timbul.

Beberapa jalan sudah ia lalui, beberapa tempat sudah ia datangi, namun belum juga ada hasil. Hingga menjelang sore, akhirnya memutuskan untuk sempat hadir di pengajian ustadz Wawan, di masjid. Dalam pengajian yang disampaikan itu menerangakan tentang hakikat diciptakannya manusia ke dunia, yaitu untuk ibadah. Beliau juga menyampaikan sebuah ayat Al-Qur’an yang berbunyi “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah.” 

Hingga beberapa lama kemudian Malik merasa jenuh, kemudian keluar. Duduk di teras masjid. Sambil menggerutu dalam hatinya. 

“Ibadah,.ibadah,. gak tahu perut lapar. Nggak tahu apa ngasih makan ke orang lain juga ibadah.” 

Dalam kebingungannya tersebut terbesit tujuan sesuatu yang tidak disangkanya. Malik melihat motor bagus yang terparkir di halaman mesjid. Motor tersebut milik ustadz Wawan. Akhirnya tanpa berpikir panjang, sepeda motor milik ustadz Wawan pun diembat, dibawa kabur. Walau tanpa kunci Malik dapat membobolnya.

Tidak disangka salah seorang santri ada yang melihatnya, dan meneriaki maling. “Maling,.maling,. motor pak ustadz dicuri maling.” Santri yang lain bergegas keluar, lalu mengejarnya, hingga malik tertangkap, dipukuli sampai babak belur.

***

Sisi lain sahabatnya, Arya sedang membersihkan motor miliknya di depan rumah. Istrinya sedang menyiapkan minum, untuknya. Anaknya yang masih duduk di bangku kelas 5 SD, sedang asik belajar di atas dipan. Anaknya menuntut minta dibeliin buku tulis baru, karena buku yang sedang dipake buat belajar sudah penuh dengan coretan hasil belajarnya. 

“Mah, minta beli buku baru.” Pinta anaknya.

“Loh, buku yang beli minggu lalu ke mana?”

“Udah penuh.” Jawab si bocah.

“Aduh rajin banget belajarnya. Ya udah nanti minta sama bapak ya,.”

Lalu istrinya segera menyampaikan permintaan anaknya sambil menyodorkan minum untuknya. 

“Pak, Ade rajin banget belajarnya.” Kata istrinya.

“Ya bagus,.” Jawab Arya.
“Sampai-sampai buku beli minggu kemarin udah penuh.” Lanjut istrinya.

“Kenapa, minta beli buku baru lagi?” ujar Arya menebaknya.

“Ya demi belajarnya,.” 

“Ya udah gampang, nanti beli satu pak sekalian. Buat pelajaran yang lainnya.”

“Pak, sekalian buku komik juga ya,.?” Kata anaknya, nongol dari balik pintu rumah.

“Oh,. Iya, Ade mau beli komik apa?” 

“Biasa, detektif conan.”

“Loh yang itu masih ada kan?”

“Yang jilid duanya, pak. Bosen ngulang-ngulang terus baca jilid satu.”

“Oh ada jilid duanya ya?”

“Jilid tiga juga ada pak. Malah yang terbaru samapi jilid tujuh.”

“Oh yaudah nanti bapak beli sampai yang terbarunya, mau jilid tujuh, delapan, atau yang belum terbit juga bapak pesenin buat kamu. Ok,.? Asal kamunya rajin belajar, rajin ibadah, rajin juga doain bapak biar dapat uang banyak, biar bisa beli apa-apa buat kamu. Ok,.?”

“Ok,. Hore asik,.asik,.” girang anaknya sambil masuk ke dalam rumah.

“Jangan terlalu mengumbar janji, nanti dituntut.”

“Gak apa-apa bu, biar anak kita senang.”

“Bisa aja. Ini minum dulu.”

Tiba-tiba datang seorang, dengan nafas terengah-engah, mengabarkan peristiwa pemukulan Malik gara-gara mencuri motor ustadz Wawan.

“Pak Arya, si Malik, rame-rame digebukin orang, gara-gara nyuri motor ustadz Wawan”

“Astaghfirullah,. Di mana?”

“Di halaman mesjid.”

Arya bergegas, berlari menuju TKP tempat Malik digebukin rame-rame. Tanpa sadar Arya berlari kencang hingga membalap motor yang melaju searah dengannya. Sandal yang dikenakkannya pun terlepas, guna tidak mengganggu lari kencangnya. Sesampai di TKP Arya langsung menghalau kerumunan orang yang menggebukin Malik. 

“hey !! apa yang kalian lakukan? Dia manusia, mana prikemanusiaan kalian? Hati-hati dengan orang teraniyaya.” sentak Arya saat membela Malik, sambil nafas terengah-engah.
“Tapi dia maling.” Jawab salah seorang pengeroyok.

“Kenapa kalian biarkan dia maling?” Tanya Arya lagi.

“Makanya kita gebukin” jawab pengeroyok yang lain.

“Bukan begitu caranya. Dia hanya butuh makan, butuh menafkahi keluarganya di rumah. Mestinya kalian bantu dia, kasih shodaqoh, kasih zakat, biar dia gak sempat maling.” Ujar Arya keras suaranya.

“Kamu siapanya?” kata salah seorang pengeroyok.

“Jangan-jangan dia rekan malingnya.” Kata seorang yang lainnya.

Kemudian pengeroyokan kembali terjadi. Namun tidak kepada Malik, melainkan kepada Arya, karena dianggap rekan malingnya Malik. Awalnya Arya terkulai lemah menerima pukulan bertubi-tubi menimpanya. Namun sekuat sisa tenaganya dia berusaha brontak, melawan, berbalik memukuli pengeroyok, hingga melumpuhkan semua musuhnya. Semua pengeroyok berjatuhan kesakitan. Kemudian Arya menghampiri Malik, lalu mengendongnya bawa pulang. Sembari menghampiri ustadz Wawan, sembari mencibirnya. 

Suasana tegang di TKP tersebut berakhir sudah, berubah menjadi suasana haru menyelimuti desa, karena dalam kondisi yang memperihatinkan seorang kepala rumah tangga digebukin hanya gara-gara tidak menahan lapar. 

Di tengah jalan, dua lelaki berjalan terhuyung-huyung menahan rasa sakit atas pukulan sejumlah orang tak bermanusiawi. Sambil menahan sakit, Arya tetap menggendong Malik. Namun Malik tampaknya sudah sangat tak berdaya, dalam hati Malik berucap, “Ya Allah, aku tak mau mati dalam keadaan berdosa. Jika ini sampai pada waktuku, libatkan mereka atas kemiskinanku.” Tak lama kemudian malik pun menghembuskan nafas terakhir. 

Arya yang menggendongnya merasakan denyut jantung malik telah berhenti. Sejenak ia menghentikan langkahnya, hanya untuk mengucap“Innalillahi wainnailahi raji’un”. Sambil meneteskan air mata, kemudian Arya jalan lagi. Sesampai di rumah didapati anak Malik sedang merintih sakit, sedang istrinya menangis sedu sedan. Istri Arya pun ada di situ, sedang merangkul istrinya Malik. 

“Malik sudah meninggal.” Ucap Arya.

Riuh gaduh tangis keluarga Malik semakin keras. Secara naluriah anak dan istrinya memeluk erat dan menciumnya seraya tangisnya mengisi kegaduhan di ruang gubuk berukuran sederhana. Istri Arya mencoba menenangkan suasana, namun percuma. Sedang Arya sendiri berbalik arah, lalu meneteskan air mata juga.

Sesampai pada waktu malam, di teras rumahnya Arya melamunkan suasana pahit yang baru saja dialami. Sahabat sedari kecilnya tiba-tiba meninggal dengan peristiwa teragis. Arya masih belum mampu menghalau bayangan wajah Malik yang kerap kali muncul di ingatannya. Kemudian istrinya menghampiri, mengingatkan kalau malam sudah larut, sekitar pukul 11.30. Arya tak bergeming dengan tatapan matanya kosong. Jauh memandangnya. Sesekali dia berucap, “Siang tadi malik masih bersama kita.” 

Sedari tadipun istrinya paham kalau suaminya itu sedang memikirkan nasib malang yang menimpa sahabatnya. “Yang sabar pak, doakan saja agar Allah menerima segala amal baiknya.”

“Aku mendengar kata-kata terakhir dia, dalam hatinya dia berucap ‘Dia tidak mau mati dalam keadaan berdosa. Jika hari itu sampai pada waktunya, maka libatkan mereka yang membuatnya miskin..’ 

Ekpresi Arya telah mengajak istrinya ikut serta menangis, dalam suasana malam yang semakin berlarut.

Sekian